Pemerintah
yang demokratis, pada hakekatnya bertanggung jawab secara penuh
terhadap kepentingan dan kesejahteraan rakyatnya. Dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan, rakyat memiliki posisi yang strategis,
karena mempunyai hak untuk dilayani oleh sang penguasa. Bagaimana
akuntabilitas penguasa bisa mempertanggungjawabkan pelayanan demi
kesejahteraan masyarakatnya.
Semenjak
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, pemimpin ini sangat
peduli untuk mengadakan refitalisasi pertanian dalam rangka pengentasan
kemiskinan. Permasalahan kemiskinan menjadi masalah yang perlu
diselesaikan oleh birokrasi. Karena bangsa Indonesia harus bangkit
kemandiriannya untuk meningkatkan taraf hidupnya lebih baik. Kondisi
riil yang sangat mengemuka, mengapa problem angka kemiskinan semakin
meningkat, apalagi ketika pada bulan oktober 2005 dibarengi kenaikan
harga BBM. Dimana untuk menanggulangi kenaikan tersebut, berbagai
kebijakan baru digulirkan oleh pemerintah pusat khususnya menyangkut
peningkatan pendapatan masyarakat marginal yang banyak berada di
pedesaan.
Kita
sering mengikuti di berbagai media tentang program refitalisasi
pertanian di angkat dalam berbagai forum dipusat maupun didaerah. Namun
dalam proses implementasinya belum dapat menyelesaikan atau mengurangi
angka kemiskinan yang ada di pedesaan. Para petani dalam menikmati hasil
pertaniannya hanya bisa menikmati panen tapi belum bisa merasakan
hasilnya secara riil untuk mensejahterakan keluarganya, justru yang
terjadi malah sebaliknya. Dari hasil pengamatan di lapangan jumlah
petani semakin berkurang, apakah karena adanya alih fungsi lahan
pertanian menjadi kawasan perindustrian dan perumahan, atau apakah
permasalahan SDM belum tersentuh seluruhnya secara riil oleh pelayanan
pemerintah dibidang pertanian.
|
||
Bagaimana Dengan Manfaat Subsidi Langsung ? | ||
Kalau
kita perhatikan pembelajaran masyarakat untuk menjadi pelaku
pembangunan secara utuh, ternyata yang terjadi justru masyarakat hanya
terdesain sebagai penunggu dan pemakai, semisal kebijaksanaan pemerintah
dalam kenaikan BBM, dari bagian income, dianggarkan sebagian untuk
subsidi bantuan langsung atas kompensasi kenaikan BBM melalui beberapa
program bantuan kemiskinan diantaranya: GAKIN, BLT, JPS, BOS.
Proyek-proyek yang mengarah kepada bantuan langsung, nampaknya
masyarakat hanya sebagai penerima / pemakai dan selalu menunggu apa yang
diberikan pemerintah. Dari subsidi yang diterima langsung oleh
masyarakat kelihatannya dapat membantu kesulitan atas beban yang berat
terhadap biaya hidup dan memang merupakan hal yang positif, namun
ternyata angka kemiskinan semakin bertambah - Mengapa demikian ? Dari
informasi yang diperoleh, bantuan subsidi tersebut malah menjadikan
kreatifitas masyarakat menurun, seperti paribahasa menyatakan, mereka
hanya diberikan ikan tanpa memberi kail.
Oleh
sebab itu coretan artikel ini urun rembuk mungkin para pemerhati
sepakat agar diadakan evaluasi mendasar tehadap program pengentasan
kemiskinan khususnya dibidang pertanian untuk pengganti BBM alternatif
dari bahan baku Nabati. Untuk evaluasi perlu memanfaatkan forum
komunikasi internal dan eksternal, misalnya bisa mengadakan program
dengan melakukan dialog interaktif pada forum-2 tertentu, mungkin bisa
mengajak kerja sama dengan pihak-piha vendor bidang informasi
telekominikasi untuk memfasilitasi dengan teknologi yang dimiliki
sebagai partisipasi pada rakyat, misalnya pihak Telkomsel, XL, Indosat
dan vendor-vendor yang seprofesi, maupun media visual lainnya. Mereka
secara berkesinambungan mengadakan penjaringan secara interaktif, untuk
memperoleh validasi data riil dan hasil yang benar secara representatif
dan obyektif tentang apa yang sebenarnya terjadi di masyarakat, misalnya
seberapa besar benefit dan biaya yang dinikmati masyarakat terhadap
subsidi langsung? Apakah program BBM nabati lebih melatih kemandirian
ketimbang subsidi langsung? Apakah program pemerintah pusat terhadap
pengembangan penanaman jenis tanaman yang mengandung minyak sudah
tersosialisasi didaerah kabupaten kota seluruh Indonesia khususnya di
Jawa Timur? Bagaimana responsifitas Pemerintah daerah setempat dan
masyarakatnya? apakah pasif / aktif atau ada pilihan lainya? Bagaimana
dengan kondisi masyarakat marginal? Apakah jenis tananaman Jarak pagar,
sawit yang saat ini di canangkan oleh pemerintah pusat untuk persiapan
pangganti BBM Alternatif cocok untuk dibudidayakan? bagaimana manfaat
masing-masing jenis tanaman yang menghasilkan minyak pengganti bio
diesel / biofuel? Apakah jarak pagar paling menyentuh masyarakat dan
paling efisien dikembangjkan secara masal? Bagaimana dengan minyak yang
dihasilkan olek klenteng ( biji Kapuk), Kelapa Sawit, Kopra, Bunga
matahari, minyak jelantah? Apakah minyak tanah bisa di extrasifikasi
dengan minyak nabati? Bagaimana analisa ekonominya, mana yang paling
mengena dalam menmberikan solusi BBM alternatif? dst.
Pekerjaan
besar ini tidak mungkin hanya dilakukan oleh pemerintah saja.
Barangkali masukan obyektif melalui media komunikasi interaktif dengan
kerja bareng lebih mengena. Memperhatikan terhadap program subsidi
langsung bagaimana program tersebut dapat mendidik masyarakat sebagai
pelaku pembangunan bukan sekedar menunggu atau suatu bentuk
ketergantungan akan bantuan langsung dalam bentuk uang.
|
||
Revitalisasi Pertanian, Melalui Pengembangan Bahan Baku Nabati | ||
Bertepatan
dengan adanya revitalisasi pertanian dan diiringi dengan penggiatan
program pengembangan hasil pertanian untuk menghasilkan minyak nabati,
sebaiknya para pemerhati, penggiat yang peduli dibidang ini segera
diajak kerjasama dengan Pemerintah Propinsi maupun kabupaten/ kota dan
dirancang serta dirangsang dengan kemasan yang menarik secara terprogram
dan transparan, diagendakan pada APBD pusat, Propinsi, Kabupaten/ kota,
angka yang jelas, dan pelaksanaanya juga akuntabel. Dari mulai anggaran
sosialisasi, penyediaan lahan yang belum termanfaatkan / lahan kritis
diidentifikasi, pembibitan, budidaya sampai pasca panen. Demikian pula
problem pemasaran, siapa yang ditunjuk bertanggung jawab sebagai
pemasarannya.
Pemerintah
sebagai kolifah wajib hukumnya untuk memimpin gerakan kerja bareng
dengan para praktisi, swasta, penggiat hasil pertanian untuk menyeleksi
dan, mengadakan riset berbagai jenis tanaman yang bisa meproduksi minyak
dalam mendukung program BBM nabati pengganti BBM minyak bumi.
Pemberdayaan masyarakat melalui program ini harus dengan memberikan
contoh keteladanan, bisa melalui forum-forum/pertemuan di desa, kelompok
kegiatan agama, organisasi massa, kelompok-kelompok masyarakat yang
berpengaruh di daerah baik skala local atau skala menengah,. lingkungan
pondok pesantren, lingkungan lembaga swadaya masyrakat yang punya
komitmen untuk mengentas kemiskinan, mereka yang lebih tau akan kondisi
riil masyarakat setempat dan bagaimana pola pemberdayaan sesuai kondisi
dan karateristiknya. Sudah waktunya pola-pola subsidi mulai dirubah
dengan yang bermakna produktifitas bukan pola memanjakan. dengan
memfasilitasi pengembangan pertanian khususnya melalui budidaya jarak
pagar yang tentunya sangat efektif berkaitan dengan mahalnya BBM dari
minyak bumi.
Indonesia
sebagai Negara yang paling potensial memliki sumber daya alam
dibandingkan negara lain di berbagai negara maju, akan sangat ironis
sekali apabila potensi alam yang subur kalau tidak dikelola secara
serius dan professional, bukannya malah dibiarkan sampai terjadi
keterpurukan ekonomi dan bertambahnya angka kemiskinan sepanjang tahun.
Apakah
yang sebaiknya dilakukan pemerintah propinsi kabupaten dan kota untuk
mengentas kemiskinan dengan kemandirian? Kalau melihat data kondisi desa
tertinggal antara lain di wilayah Jawa Timur belum memperoleh hasil
yang menggembirakan. SDM petani mayoritas masih banyak yang rendah.
Secara riil, angka kemiskinan menaik, haruskah masyarakat hanya dapat
menunggu dampak krisis BBM ini, kemudian menanggung segala akibatnya dan
solusi dari pemerintah sekedar di subsidi secara seragam dari uang
rakyat juga dari hasil lebih atas biaya kenaikan BBM? Persoalan inilah
yang harus benar-benar dicermati secara serius dan menyeluruh untuk
menyelesaikan kemandirian masyarakat, dimulai dengan sosialisasi,
pembahasan, dan memberikan keteladanan dalam pembudidayaan bahan baku
terbarukan dari lima puluh jenis tanaman, yang paling ramah lingkungan
dan mudah dijangkau masyarakat di pulau Jawa, yaitu Jarak Pagar.
Manfaat
budidaya tanaman jarak pagar dari proses pasca panen sampai hasil
minyaknya dapat dirasakan oleh masyarakat secara masal, sehingga
ketergantungan terhadap beban ekonomi yang selama ini dibelanjakan untuk
membeli minyak bumi terasa ringan. Pemerintah propinsi kabupaten dan
kota dapat menganggarkan didalam APBDnya untuk memberikan dukungan
financial baik berupa bibit lahan kritis yang tidak di mafaatkan maupun
bantuan operasional kepada petani, demikian pula pemberdayaan Sumber
daya manusianya.
Belum
terlihat secara transparan angka-angka revitalisasi pertanian untuk
alternatif BBM khususnya tanaman yang murah terjangkau dan memasyarakat.
Hal ini disebabkan tidak diprogramkan pada APBD pemerintahan kabupaten
dan kota secara jelas dan terinci, melainkan hanya yang terprogram pada
anggaran di Pemerintah Pusat saja. Atas dasar fenomena diatas, agar ada
sinkronisasi antara lembaga swasta maka hal ini menjadi tanggung jawab
Pemerintah Kabupaten/Kota maupun Propinsi untuk menterjemahkan kebijakan
Pemerintah Pusat melalui payung hukum Keputusan Pemerintah Tgl 1
Oktober 2005, Inpres No 1/ 2006 dan Perpres No 5/ 2006, guna mewujudkan
pemberdayaan melalui peluang yang tepat yaitu program implementasi Jarak
Pagar sebagai Bahan Bakar Alternatif Pengganti BBM dalam Pemberdayaan
kemandirian Masyarakat Indonesia.
|
||
Budidaya Jarak Pagar Sebagai Upaya Pengentas Kemiskinan | ||
Dari
50 jenis bahan nabati lainnya yang dapat digunakan untuk pembuatan
biodesel tersebut, Jarak Pagar adalah yang paling produktif dan ekonomis
untuk dikembangkan bagi masyarakat marginal. Berbagai manfaat yang
berarti dari tanaman jarak Pagar antara lain :
|
||
MASUKAN YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN OLEH KABUPATEN /KOTA | ||
Membuat Proyek Sentra Tanaman Jarak Pagar Yang Meliputi : | ||
|
0 komentar
Posting Komentar